Ada banyak hal yang menarik dan menyenangkan untuk
dibicarakan oleh golongan remaja dan dewasa muda, mulai dari zaman kambing
belum doyan makan rumput sampai
dengan sekarang salah satunya yaitu cinta. Tapi hal yang sedikit tragis adalah
ketika sebuah konsep tentang apa itu cinta menjadi konsep yang salah dan
termakan serta teracuni oleh konsep yang ditanamkan oleh media televisi dewasa
ini. Menjadikan banyak orang memiliki konsep yang salah tentang bagaimana atau
apa itu cinta? Konsep yang ditanamkan dan disuguhkan oleh televisi, sinetron
dan banyak hal disekitar kita saat ini mengenai kapan kita jatuh cinta? ketika
kita jatuh cinta yaitu ketika seorang perempuan nyamperin seorang laki-laki,
kemudian menyatakan cinta, perasaan, bla-bla-bla sampai akhirnya jadiaan,
pacaran, berduaan, gandengan tangan dan seterusnya. But, guys, stop it, that’s is not the true concept of love, it’s just
delusional concept of love.
|
Gambar diambil dari salah satu teman FB |
Agama islam yang merupakan agama yang paling benar dan
satu-satunya agama yang diridhoi mulai dari diutusnya Rasul (Muhammad SAW)
sampai dengan kiamat oleh Allah dimana didalam agama islam ini menjadikan Al-Quran
dan Hadist sebagai dasar serta pedoman dalam segala aspek kehidupan. Sehingga
konsep tentang cinta pun diajarkan, dan konsep yang diajarkan oleh islam
tentang cinta yaitu cinta terbentuk ketika terbangunnya rumah tangga, cinta
antara sepasang suami istri didalam rumah tangganya. Sebagai mana tertuang
dalam salah satu surat Al-Quran :
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum
yang berpikir”(QS Ar-Rum [30]:21)
Jadi konsep mengenai jatuh cinta didalam islam yaitu ketika
terbangun rumah tangga yaitu cinta antara suami dan istri. So, stop about delusional concept and start to think about the true
concept.
Salah satu hal yang mendasar dan fundamental yang dibutuhkan untuk memulai serta membangun sebuah
rumah tangga dan mendapatkan sebuah konsep tentang cinta yaitu apabila seorang
laki-laki dan seorang perempuan memiliki keinginan untuk membangun sebuah rumah
tangga bersama. Namun, seringa kali sebelum mendapatkan dan menemukan seseorang
yang tepat untuk dijadikan sebagai seorang pendamping dan pasangan hidup yang
menemaninya dalam keadaan bahagia maupun dalam keadaan susah yaitu banyak orang
galau atau khawatir akan hal ini. Jangan galau akan hal ini guys, bukankah jodoh sudah ditentukan?
Kita akan tahu siapa jodoh kita dengan pasti ketika ada sebuah ijab qabul dan
akad, maka insyaAllah dialah jodoh dan pasangan kita, insyaAllah.
Untuk membicarakan hal ini, mengenai cinta, pernikahan dan
kebahagiaan, salah satu hal yang saya sukai yaitu analogi yang diberikan pada
kisah seorang murid bernama Plato dan seorang guru bernama Socrates. Yaitu
kisah seorang murid yang belajar memahami apa itu cinta, pernikahan dan
kebahagiaan dari sang guru.
Makna Cinta
Kisah :
Suatu hari, Plato bertanya kepada gurunya,
Socrates, tentang makna cinta.
Socrates :
“Pergilah ke ladang, petik dan bawalah
setangkai gandum yang paling besar dan paling baik, tapi ingat satu hal, kamu
hanya boleh berjalan satu arah. Setelah kamu lewati kamu tidak boleh kembali
dan kesempatanmu hanya sekali.”
Plato melalukan apa yang diminta, tetapi dia
kembali dengan tangan kosong.
Socrates :
“Kenapa engkau kembali dengan tangan kosong?”
Plato:
“Aku melihat beberapa gandum yang besar dan
baik saat melewati ladang, tetapi aku berpikir mungkin ada yang lebih besar dan
lebih baik dari yang ini, jadi aku melewatinya saja. Namun ternyata aku tidak menemukan
yang lebih baik dari yang aku temui di awal, akhirnya aku tidak membawa
satupun.”
Socrates :
“Itulah cinta.”
Ibrah :
Ya, cinta itu terus mencari yang terbaik, dan
ternyata tidak ada yang terbaik. Manusia terus berjalan mencari cinta, namun ia
selalu menghendaki sesuatu yang lebih, hingga akhirnya mereka mendapatkan kehampaan.
Manusia selalu membandingkan, selalu merasa tidak puas, selalu dilanda
kegelisahan. Mereka terus mencari, namun tidak pernah mendapatkan, karena menghendaki
yang "lebih" dari apa yang ada.
Kecuali jika mereka berlabuh pada cinta
karena Tuhan. Maka mereka mendapatkan jawaban.
Mencintai karena pertimbangan yang bercorak
material --seperti kecantikan, ketampanan, kekayaan, kedudukan, pangkat,
jabatan, fasilitas, popularitas, dan lain-lain-- sah-sah saja. Namun jika hanya
karena pertimbangan itu cinta dilabuhkan, maka tidak pernah ada pelabuhannya.
Tidak pernah ada muaranya. Cinta hanya akan membawa kepada kesengsaraan dan
kehinaan.
Mencintalah karena Tuhan. Maka ada pelabuhan
kokoh tempat engkau bersandar. Ada tempat yang lapang dan nyaman agar engkau
bisa melabuhkan cintamu tanpa ragu, tanpa pengembaraan yang hampa dan sia-sia.
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu
benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal
saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati
supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al ‘Asr [103]:1-3)
Makna
Pernikahan
Kisah :
Pada hari yang lain, Plato bertanya kepada
Socrates tentang makna pernikahan.
Socrates:
“Pergilah ke hutan, potong dan bawalah pohon
yang paling tebal dan yang paling kuat, tapi ingat satu hal, setelah kamu
lewati kamu tidak boleh kembali dan kesempatanmu hanya sekali.”
Plato pergi melakukan apa yang diminta, tapi
dia tidak membawa pohon yang tebal dan kuat, dia hanya membawa pohon yang
bagus.
Socrates :
“Mengapa engkau membawa pohon yang itu?”
Plato:
“Aku melihat beberapa pohon yang bagus dalam
perjalanan di hutan, tapi kali ini aku belajar dari kasus gandum, jadi aku
memilih pohon ini. Karena jika tidak, aku takut kembali dengan tangan kosong
lagi, kurasa inilah pohon terbaik.”
Socrates :
“Itulah makna pernikahan.”
Ibrah :
Menikah adalah bab mengambil keputusan,
setelah engkau melakukan proses pencarian. Tidak ada manusia sempurna, selalu
ada kekurangannya. Jika engkau melihat gadis cantik, di tempat lain juga ada gadis
yang lebih cantik. Jika engkau tertarik pemuda tampan, di tempat lain juga ada
pemuda yang lebih tampan.
Engkau hanya memerlukan seseorang yang akan
menemanimu, mengerti dirimu, bisa menerima kondisimu, mau menjadi sahabatmu
dalam suka dan duka, melewati hidup bersama dalam segala keadaannya. Engkau
tidak memerlukan seseorang yang sempurna untuk menjadi suami atau istrimu, karena
memang tidak ada lelaki sempurna, tidak ada perempuan sempurna.
Siapapun yang engkau pilih untuk menjadi
pendamping hidupmu, ia selalu memiliki kekurangan. Sebagaimana dirimu pun
memiliki kekurangan. Maka jangan pernah berharap kesempurnaan dari manusia.
Sebab kesempurnaan hanya milik Tuhan.
Engkau hanya perlu memutuskan untuk memilih
seseorang yang mencintaimu karena Tuhan. Bisa menemanimu untuk beribadah
kepada-Nya. Bisa membahagiakanmu dalam bimbingan Tuhan.
Makna
Kebahagiaan
Kisah :
Dalam kisah "konon" tersebut, Plato
kembali bertanya kepada Socrates tentang makna kebahagiaan.
Socrates:
“Pergilah melewati taman, petiklah bunga yang
paling cantik, tapi ingat satu hal, setelah kamu lewati kamu tidak boleh
kembali dan kesempatanmu hanya sekali.”
Plato pergi melakukan apa yang diminta, dia
kembali membawa bunga yang cukup cantik.
Socrates :
“Apakah ini bunga yang paling cantik?”
Plato:
“Aku melihat bunga ini, lalu memetiknya, dan
meyakini ini adalah bunga yang paling cantik. Dalam perjalanan di taman aku
melihat sangat banyak bunga yang cantik, namun aku tetap yakin bunga yang aku
petik adalah yang paling cantik. Dan aku pun membawanya kemari.”
Socrates :
“Itulah kebahagian.”
Ibrah :
Engkau merasa bahagia karena engkau puas
dengan apa yang engkau miliki. Engkau tidak mengharap harap apa yang engkau
tidak miliki. Engkau bersyukur memiliki pasangan hidup dengan segala kelebihan
dan kekurangannya. Engkau menikmati hidup bersama pasanganmu, belahan jiwamu, kekasih
hatimu.
Bahagia itu letaknya ada di dalam jiwa yang
selalu bersyukur, hati yang bersih, pikiran yang jernih. Bahagia itu ada dalam
ketaatan kepada Tuhan, kecintaan kepada segala ketetapanNya, ridha dengan karuniaNya.
Jika engkau tidak pernah merasa puas dengan
apa yang engkau miliki, maka secantik apapun istrimu, setampan apapun suamimu,
engkau tidak akan pernah bahagia. Engkau tetap merana dan merasa hampa. Engkau
merasa, kebahagiaan adalah milik orang lain. Seakan engkau tidak pernah
memilikinya.
Engkau iri dengan orang lain yang istrinya
lebih cantik dari istrimu, yang suaminya lebih tampan dari suamimu, yang
ekonominya lebih mapan dari ekonomimu, yang kedudukannya lebih tinggi dari kedudukanmu.
Maka bagaimana engkau akan bisa mendapatkan kebahagiaan, jika engkau selalu bersikap
seperti itu?
Ya, itulah sebuah penggalan kisah dan ibrah
mengenai analogi dari apa itu cinta, pernikahan dan kebahagiaan dari kisah
seorang murid bernama Plato dan seorang guru bernama Socrates.
Hal yang ingin saya sampaikan kali ini yaitu
apabila kalian sudah menemukan seseorang yang cocok dan kalian sudah siap serta
mampu untuk menikah, maka menikahlah. Apabila kalian ingin mencari seseorang
yang lebih terus-terus maka kalian tak akan menemukannya. Apabila kalian ingin
menunggu sampai benar-benar siap, maka sampai kapan pun maka kalian tidak akan
pernah siap untuk menikah. Apabila kalian menunggu sampai kalian mapan dan kaya
bukankan sudah jelas seperti tertuang dalam salah satu surat Al-Quran.
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendiri di
antara kalian, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahaya kalian yang lelaki
dan hamba-hamba sahaya kalian yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan
memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An Nur [24]:32)
Jadi bukankah materi
bukanlah ukuran dan penghalang untuk menikah? Jika kalian sudah mampu dan layak
untuk menikah, maka menikahlah. Jika kalian takut karena belum siap secara
materi, bukankah dalam An Nur ayat 32 tersebut Allah telah berjanji untuk
memampukan dan memberikan karunia-Nya? Rezeki dapat dicari dari manapun.
Asalkan niat kita baik, benar dan tepat dalam memilih untuk menikah, maka Allah akan memampukanya dan memberi kita rezeki dari tempat yang tidak diduga-duga.
"Merupakan sebuah kodrat dan fitrah manusia untuk hidup bersama dengan orang lain karena manusia merupakan mahluk zoonpoliticon dimana manusia tidak dapat hidup sendiri dan memerlukan orang lain untuk hidup bersamanya sehingga dapat melangsungkan kehidupan."
Jika kalian belum siap untuk menikah maka janganlah menjadikan pacaran sebagai sebuah jalan untuk memenuhi kodrat kalian, karena cinta hakiki hanya tercipta dalam mahligai pernikahan dan rumah tangga yang dibangun atas dasar cinta dan kasih sayang karena Allah. Jika belum siap, lebih baik perbaiki diri dan perbanyak shaum (puasa).