Friday, 9 January 2015

Hakikat Cinta, Pernikahan dan Kebahagiaan

Ada banyak hal yang menarik dan menyenangkan untuk dibicarakan oleh golongan remaja dan dewasa muda, mulai dari zaman kambing belum doyan makan rumput sampai dengan sekarang salah satunya yaitu cinta. Tapi hal yang sedikit tragis adalah ketika sebuah konsep tentang apa itu cinta menjadi konsep yang salah dan termakan serta teracuni oleh konsep yang ditanamkan oleh media televisi dewasa ini. Menjadikan banyak orang memiliki konsep yang salah tentang bagaimana atau apa itu cinta? Konsep yang ditanamkan dan disuguhkan oleh televisi, sinetron dan banyak hal disekitar kita saat ini mengenai kapan kita jatuh cinta? ketika kita jatuh cinta yaitu ketika seorang perempuan nyamperin seorang laki-laki, kemudian menyatakan cinta, perasaan, bla-bla-bla sampai akhirnya jadiaan, pacaran, berduaan, gandengan tangan dan seterusnya. But, guys, stop it, that’s is not the true concept of love, it’s just delusional concept of love.
Gambar diambil dari salah satu teman FB
Agama islam yang merupakan agama yang paling benar dan satu-satunya agama yang diridhoi mulai dari diutusnya Rasul (Muhammad SAW) sampai dengan kiamat oleh Allah dimana didalam agama islam ini menjadikan Al-Quran dan Hadist sebagai dasar serta pedoman dalam segala aspek kehidupan. Sehingga konsep tentang cinta pun diajarkan, dan konsep yang diajarkan oleh islam tentang cinta yaitu cinta terbentuk ketika terbangunnya rumah tangga, cinta antara sepasang suami istri didalam rumah tangganya. Sebagai mana tertuang dalam salah satu surat Al-Quran :
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir”(QS Ar-Rum [30]:21)
Jadi konsep mengenai jatuh cinta didalam islam yaitu ketika terbangun rumah tangga yaitu cinta antara suami dan istri. So, stop about delusional concept and start to think about the true concept.
Salah satu hal yang mendasar dan fundamental yang dibutuhkan untuk memulai serta membangun sebuah rumah tangga dan mendapatkan sebuah konsep tentang cinta yaitu apabila seorang laki-laki dan seorang perempuan memiliki keinginan untuk membangun sebuah rumah tangga bersama. Namun, seringa kali sebelum mendapatkan dan menemukan seseorang yang tepat untuk dijadikan sebagai seorang pendamping dan pasangan hidup yang menemaninya dalam keadaan bahagia maupun dalam keadaan susah yaitu banyak orang galau atau khawatir akan hal ini. Jangan galau akan hal ini guys, bukankah jodoh sudah ditentukan? Kita akan tahu siapa jodoh kita dengan pasti ketika ada sebuah ijab qabul dan akad, maka insyaAllah dialah jodoh dan pasangan kita, insyaAllah.
Untuk membicarakan hal ini, mengenai cinta, pernikahan dan kebahagiaan, salah satu hal yang saya sukai yaitu analogi yang diberikan pada kisah seorang murid bernama Plato dan seorang guru bernama Socrates. Yaitu kisah seorang murid yang belajar memahami apa itu cinta, pernikahan dan kebahagiaan dari sang guru.


Makna Cinta
Kisah :
Suatu hari, Plato bertanya kepada gurunya, Socrates, tentang makna cinta.
Socrates :
“Pergilah ke ladang, petik dan bawalah setangkai gandum yang paling besar dan paling baik, tapi ingat satu hal, kamu hanya boleh berjalan satu arah. Setelah kamu lewati kamu tidak boleh kembali dan kesempatanmu hanya sekali.”
Plato melalukan apa yang diminta, tetapi dia kembali dengan tangan kosong.
Socrates :
“Kenapa engkau kembali dengan tangan kosong?”
Plato:
“Aku melihat beberapa gandum yang besar dan baik saat melewati ladang, tetapi aku berpikir mungkin ada yang lebih besar dan lebih baik dari yang ini, jadi aku melewatinya saja. Namun ternyata aku tidak menemukan yang lebih baik dari yang aku temui di awal, akhirnya aku tidak membawa satupun.”
Socrates :
“Itulah cinta.”
Ibrah :
Ya, cinta itu terus mencari yang terbaik, dan ternyata tidak ada yang terbaik. Manusia terus berjalan mencari cinta, namun ia selalu menghendaki sesuatu yang lebih, hingga akhirnya mereka mendapatkan kehampaan. Manusia selalu membandingkan, selalu merasa tidak puas, selalu dilanda kegelisahan. Mereka terus mencari, namun tidak pernah mendapatkan, karena menghendaki yang "lebih" dari apa yang ada.
Kecuali jika mereka berlabuh pada cinta karena Tuhan. Maka mereka mendapatkan jawaban.
Mencintai karena pertimbangan yang bercorak material --seperti kecantikan, ketampanan, kekayaan, kedudukan, pangkat, jabatan, fasilitas, popularitas, dan lain-lain-- sah-sah saja. Namun jika hanya karena pertimbangan itu cinta dilabuhkan, maka tidak pernah ada pelabuhannya. Tidak pernah ada muaranya. Cinta hanya akan membawa kepada kesengsaraan dan kehinaan.
Mencintalah karena Tuhan. Maka ada pelabuhan kokoh tempat engkau bersandar. Ada tempat yang lapang dan nyaman agar engkau bisa melabuhkan cintamu tanpa ragu, tanpa pengembaraan yang hampa dan sia-sia.
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al ‘Asr [103]:1-3)

Makna Pernikahan
Kisah :
Pada hari yang lain, Plato bertanya kepada Socrates tentang makna pernikahan.
Socrates:
“Pergilah ke hutan, potong dan bawalah pohon yang paling tebal dan yang paling kuat, tapi ingat satu hal, setelah kamu lewati kamu tidak boleh kembali dan kesempatanmu hanya sekali.”
Plato pergi melakukan apa yang diminta, tapi dia tidak membawa pohon yang tebal dan kuat, dia hanya membawa pohon yang bagus.
Socrates :
“Mengapa engkau membawa pohon yang itu?”
Plato:
“Aku melihat beberapa pohon yang bagus dalam perjalanan di hutan, tapi kali ini aku belajar dari kasus gandum, jadi aku memilih pohon ini. Karena jika tidak, aku takut kembali dengan tangan kosong lagi, kurasa inilah pohon terbaik.”
Socrates :
“Itulah makna pernikahan.”
Ibrah :
Menikah adalah bab mengambil keputusan, setelah engkau melakukan proses pencarian. Tidak ada manusia sempurna, selalu ada kekurangannya. Jika engkau melihat gadis cantik, di tempat lain juga ada gadis yang lebih cantik. Jika engkau tertarik pemuda tampan, di tempat lain juga ada pemuda yang lebih tampan.
Engkau hanya memerlukan seseorang yang akan menemanimu, mengerti dirimu, bisa menerima kondisimu, mau menjadi sahabatmu dalam suka dan duka, melewati hidup bersama dalam segala keadaannya. Engkau tidak memerlukan seseorang yang sempurna untuk menjadi suami atau istrimu, karena memang tidak ada lelaki sempurna, tidak ada perempuan sempurna.
Siapapun yang engkau pilih untuk menjadi pendamping hidupmu, ia selalu memiliki kekurangan. Sebagaimana dirimu pun memiliki kekurangan. Maka jangan pernah berharap kesempurnaan dari manusia. Sebab kesempurnaan hanya milik Tuhan.
Engkau hanya perlu memutuskan untuk memilih seseorang yang mencintaimu karena Tuhan. Bisa menemanimu untuk beribadah kepada-Nya. Bisa membahagiakanmu dalam bimbingan Tuhan.

Makna Kebahagiaan
Kisah :
Dalam kisah "konon" tersebut, Plato kembali bertanya kepada Socrates tentang makna kebahagiaan.
Socrates:
“Pergilah melewati taman, petiklah bunga yang paling cantik, tapi ingat satu hal, setelah kamu lewati kamu tidak boleh kembali dan kesempatanmu hanya sekali.”
Plato pergi melakukan apa yang diminta, dia kembali membawa bunga yang cukup cantik.
Socrates :
“Apakah ini bunga yang paling cantik?”
Plato:
“Aku melihat bunga ini, lalu memetiknya, dan meyakini ini adalah bunga yang paling cantik. Dalam perjalanan di taman aku melihat sangat banyak bunga yang cantik, namun aku tetap yakin bunga yang aku petik adalah yang paling cantik. Dan aku pun membawanya kemari.”
Socrates :
“Itulah kebahagian.”
Ibrah :
Engkau merasa bahagia karena engkau puas dengan apa yang engkau miliki. Engkau tidak mengharap harap apa yang engkau tidak miliki. Engkau bersyukur memiliki pasangan hidup dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Engkau menikmati hidup bersama pasanganmu, belahan jiwamu, kekasih hatimu.
Bahagia itu letaknya ada di dalam jiwa yang selalu bersyukur, hati yang bersih, pikiran yang jernih. Bahagia itu ada dalam ketaatan kepada Tuhan, kecintaan kepada segala ketetapanNya, ridha dengan karuniaNya.
Jika engkau tidak pernah merasa puas dengan apa yang engkau miliki, maka secantik apapun istrimu, setampan apapun suamimu, engkau tidak akan pernah bahagia. Engkau tetap merana dan merasa hampa. Engkau merasa, kebahagiaan adalah milik orang lain. Seakan engkau tidak pernah memilikinya.
Engkau iri dengan orang lain yang istrinya lebih cantik dari istrimu, yang suaminya lebih tampan dari suamimu, yang ekonominya lebih mapan dari ekonomimu, yang kedudukannya lebih tinggi dari kedudukanmu. Maka bagaimana engkau akan bisa mendapatkan kebahagiaan, jika engkau selalu bersikap seperti itu?
Ya, itulah sebuah penggalan kisah dan ibrah mengenai analogi dari apa itu cinta, pernikahan dan kebahagiaan dari kisah seorang murid bernama Plato dan seorang guru bernama Socrates.
Hal yang ingin saya sampaikan kali ini yaitu apabila kalian sudah menemukan seseorang yang cocok dan kalian sudah siap serta mampu untuk menikah, maka menikahlah. Apabila kalian ingin mencari seseorang yang lebih terus-terus maka kalian tak akan menemukannya. Apabila kalian ingin menunggu sampai benar-benar siap, maka sampai kapan pun maka kalian tidak akan pernah siap untuk menikah. Apabila kalian menunggu sampai kalian mapan dan kaya bukankan sudah jelas seperti tertuang dalam salah satu surat Al-Quran.
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendiri di antara kalian, dan orang-orang yang layak (berkawin)  dari hamba-hamba sahaya kalian yang lelaki dan hamba-hamba sahaya kalian yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas  (pemberian-Nya)  lagi Maha Mengetahui.” (QS. An Nur [24]:32)
Jadi bukankah materi bukanlah ukuran dan penghalang untuk menikah? Jika kalian sudah mampu dan layak untuk menikah, maka menikahlah. Jika kalian takut karena belum siap secara materi, bukankah dalam An Nur ayat 32 tersebut Allah telah berjanji untuk memampukan dan memberikan karunia-Nya? Rezeki dapat dicari dari manapun. Asalkan niat kita baik, benar dan tepat dalam memilih untuk menikah, maka Allah akan memampukanya dan memberi kita rezeki dari tempat yang tidak diduga-duga.
"Merupakan sebuah kodrat dan fitrah manusia untuk hidup bersama dengan orang lain karena manusia merupakan mahluk zoonpoliticon dimana manusia tidak dapat hidup sendiri dan memerlukan orang lain untuk hidup bersamanya sehingga dapat melangsungkan kehidupan."
Jika kalian belum siap untuk menikah maka janganlah menjadikan pacaran sebagai sebuah jalan untuk memenuhi kodrat kalian, karena cinta hakiki hanya tercipta dalam mahligai pernikahan dan rumah tangga yang dibangun atas dasar cinta dan kasih sayang karena Allah. Jika belum siap, lebih baik perbaiki diri dan perbanyak shaum (puasa).

No comments:

Post a Comment